Wonogiri kaya akan wisata ritual, karena menurut sejarahnya Wonogiri
didirikan oleh RM. Said (Pangeran Sambernyowo/Mangkunegoro I). Salah satu
petilasan RM. Said adalah Dlepih/Kahyangan yang terletak di Kecamatan Tirtomoyo
kurang lebih 30 Km arah ke selatan Kota Wonogiri, sebagai wisata ritual banyak
dikunjungi orang untuk meditasi dan "ngalab berkah" pada malam Selasa Kliwon dan
Jum’at Kliwon.[1] Kawasan ini memang
memiliki pemandangan yang indah, dengan sungainya yang berada di tengah-tengah
dua sudut pegunungan, dengan air yang mengalir tampak jernih, belum lagi
dengan hawa yang sejuk karena merupakan hutan alam.
Dengan suasana yang sedemikian ini, tidaklah mustahil apabila Kahyangan
Dlepih menyimpan cerita mistis, namun justru hingga saat ini masih banyak juga
yang memanfaatkan untuk napak tilas atau untuk mendapatkan “wangsit”. Wilayah
Kahyangan dimulai dari Gapura Masuk Kahyangan. Di dalam kawasan ini pengunjung
dilarang memakai pakaian berwarna Hijau Pupus.
Gambar Gapura Masuk |
Bagian- Bagian di Kahyangan Dlepih
Adapun tempat- tempat yang mempunyai nilai sejarah atau cerita di kawasan Kahyangan mulai dari utara hingga selatan, yaitu sebagai berikut:
1.
Sela Betek
2.
Sela Gapit/Penangkep
3.
Sela Payung
4.
Sela Gilang/ Pesalatan
5.
Sela Gawok
6.
Pemandian Kahyangan (kedung = pertemuan 2 arus
sungai)
Tempat- tempat tersebut memang mempunyai cerita tersendiri, karena konon
setiap para pendahulu memanfaatkannya untuk bermeditasi untuk mencapai tujuan tertentu,
misalnya menjadi pemimpin, mendapatkan pekerjaan, dan lain- lain.
Sejarah Kahyangan
Pada waktu panembahan Senopati berada di Mataram, dan kedudukanya
digantikan oleh ayahnya, Ki Ageng Pemanahan atas kekuaasan Sultan Pajang,
kejadian inilah yang menjadikan rasa gemetar Panembahan Senopati untuk menguasai
Raja Mataram. Karena niat yang begitu kukuh, maka Panembahan Senopati pergi ke
Kahyangan untuk bertapa supaya keinginannya tercapai.
Setelah sekian lama, Panembahan Senopati bertemu dengan Kanjeng Ratu
Kidul yang dimitoskan kerajaanya berada di laut
selatan. Pertemuan ini berlangsung berkali-kali. Seperti layaknya pertemuan
dua insan lain jenis yang sedang bercinta, dan akhirnya Kanjeng Ratu Kidul diperistri
oleh Panembahan Senopati. Selain Kanjeng Ratu Kidul menaruh sayang kepada
Panembahan Senopati, ia juga telah
banyak memberikan dorongan positif atas maksud-maksud Panembahan Senopati untuk
dapat mewujudkan cita-citanya menduduki Kraton Mataram Yogyakarta. Keinginan
tersebut terkabul setelah bertapa di Kahyangan.
Karena kesungguhannya dalam bertapa, maka tidak pernah lupa menjalankan
kewajibanya sebagai orang muslim untuk menjalankan shalat lima waktu, disamping
bermeditasi setiap hari. Apabila pada suatu saat Panembahan Senopati melakukan
dzikir atau bermiditasi di Selo Payung, ia merasakan seperti berada disebuah
“Sanggar Pamelangan”.
Panembahan Senopati bukan hanya bertapa di Selo Payung saja. Tetapi saat sedang berdzikir ia kadang kala juga di Selo Gawok, dan ditempat khusus untuk
melakukan sembahyang 5 waktu, mengambil di tempat di Sela Gilang yang lokasinya
berada arah atas pesiraman/pemandian. Di tempat pemandian inilah Kanjeng Ratu
Kidul beserta kerabatnya mandi. Suasana semacam ini yang menjadikan Kanjeng
Ratu Kidul menaruh hati pada Panembahan Senopati.
Lama-kelamaan Panembahan Senopati merasa semakin mantap dalam melakukan pertapaan
di Kahyangan ini yang di tempat ini pula ia juga membangun kasih dengan
Kanjeng Ratu Kidul, walaupun keduanya beda dunia.
Di kawasan Kahyangan, pada saat yang bersamaan hiduplah sepasang suami istri. Mereka adalah Kyai Puju dan Nyai Puju atau sering disebut Huju. Setiap hari Nyai Puju ini pekerjaanya pergi ke hutan Kahyangan guna mencari daun Puju dll. Disamping untuk keperluan sendiri daun tersebut untuk dijual sebagai penghasilan keluarga. Karena setiap hari pekerjaan Nyai Puju keluar masuk hutan Kahyangan, lama-kelamaan ia melihat Panembahan Senopati, karena setiap saat Panembahan Senopati melepas lelah di pemandian Kahyangan maupun di Sela Gilang. Panembahan Senopati memiliki wajah yang tampan, maka lama-kelamaan Nyai Puju menaruh hati kepada Panembahan Senopati. Hal ini ditandai dengan Nyai Puju yang setiap ke hutan selalu berada di sekitaran Panembahan Senopati. Dan Nyai Puju selalu berangkat di pagi buta dan pulang sudah larut malam.
Di kawasan Kahyangan, pada saat yang bersamaan hiduplah sepasang suami istri. Mereka adalah Kyai Puju dan Nyai Puju atau sering disebut Huju. Setiap hari Nyai Puju ini pekerjaanya pergi ke hutan Kahyangan guna mencari daun Puju dll. Disamping untuk keperluan sendiri daun tersebut untuk dijual sebagai penghasilan keluarga. Karena setiap hari pekerjaan Nyai Puju keluar masuk hutan Kahyangan, lama-kelamaan ia melihat Panembahan Senopati, karena setiap saat Panembahan Senopati melepas lelah di pemandian Kahyangan maupun di Sela Gilang. Panembahan Senopati memiliki wajah yang tampan, maka lama-kelamaan Nyai Puju menaruh hati kepada Panembahan Senopati. Hal ini ditandai dengan Nyai Puju yang setiap ke hutan selalu berada di sekitaran Panembahan Senopati. Dan Nyai Puju selalu berangkat di pagi buta dan pulang sudah larut malam.
Dengan niat yang sungguh- sungguh, lama- kelamaan Nyai Puju akhirnya
dapat menjumpai Panembahan Senopati, dan sudah barang tentu senang bagi Nayi Puju,
apalagi Panembahan Senopati nampak begitu gembira setelah berkenalan dengan Nyai
Puju, meski orang desa tapi wajahnya cukup lumayan. Karena keduanya berkali-kali bahkan hampir
tiap hari bertemu.
Kejadian yang berlanjut-lanjut ini membuat suaminya curiga. Dimana Kyai
Puju mulai kurang percaya lagi terhadap istrinya. Pada suatu
hari, Kanjeng Ratu Kidul datang ke Kahyangan untuk menjumpai Panembahan Senopati, dan pada saat
yang bersamaan Nyai Puju-pun ingin menjumpai Panembahan Senopati juga. Pada saat Nyai Puju datang, Kanjeng Ratu Kidul sedang mengelus-elus tasbih yang terurai di leher Panembahan Senopati. Melihat kejadian
tersebut Nyai Puju cemburu dan seketika langsung kembali ke rumahnya menyusuri semak
belukar. Kebetulan juga Kyai Puju bermaksud mencari istrinya karena sudah larut
malam. Dari celah-celah semak ia melihat pertemuan antara Panembahan Senopati dengan
Kanjeng Ratu Kidul, tanpa disengaja Kanjeng Ratu Kidul melihat Kyai Puju.
Sangking terkejutnya, Kanjeng Ratu Kidul spontan berkata kepada Panembahan Senopati
bahwa ada yang melihat pertemuan tersebut. Kyai Puju ketakutan dan langsug
bergegas pulang. Kanjeng Ratu Kidul menarik tasbih Panembahan Senopati yang ada di
lehernya, dan tasbih tersebut putus dan manik-maniknya berjatuhan di sungai
yang berada di sebelah bawah Sela Gilang. Lalu Kanjeng Ratu Kidul mengajak Panembahan Senopati kembali ke Mataram.
Batu manik-manik yang berjatuhan tersebut konon membawa berkah yaitu
berwujud batu akik yang berlubang ditengahnya. Sesaat sebelum berangkat, Kanjeng Ratu
Kidul memanggil pembantunya bernama Nyai
Widyanangga untuk tinggal dan menjaga kawasan
Kahyangan, yang berarti ia menjadi pemimpin segenap makhluk halus di kawasan
tersebut. Batu-batu akik yang berjatuhan di Kedung Pesiraman tadi harus ia
jaga. Dan Kanjeng Ratu Kidul juga bersabda bahwa barang siapa yang menemukan
atau mengambil, membawa batu akik tersebut akan mendapatkan keselamatan,
keteguhan, kebahagiaan, dan sebagainya.
Sebenarnya sebelum kedatangan Kanjeng Ratu Kidul, Panembahan Senopati telah menerima
ilham dari Yang Kuasa, bahwa akan dikabulkan permohonannya setelah bertapa
di Kahyangan, yaitu menjadi Raja Mataram. Disamping itu seperti pernah
diutarakan, bahwa apabila Sinuhun Sultan Pajang telah tiada, maka untuk
menundukkan Kraton Pajang tidak perlu lagi dengan pertumpahan darah.
Pada suatu hari Panembahan Senopati mengutus seorang kurirnya ke Kahyangan untuk mencari Nyai Puju beserta Kyai Puju, agar segera datang ke Mataram. Hal ini dikarenakan setelah Panembahan Senopati menjadi Sultan Mataram, selalu ingat dengan Nyai Puju. Namun ditengah perjalanan sebelum sampai Mataram, Kyai Puju agar dibunuh, karena ia mempunyai "kesalahan" ketika ia mencemburui saat melihat istrinya berselingkuh dengan Panembahan Senopati. Kyai Puju dibunuh setibanya di daerah Jatibedug, dan mayatnya dikubur dipinggir jalan dengan undukan bebatuan ditepi jalan besar, sedangkan Nyai Puju terus saja dibawa ke Mataram.
Pada suatu hari Panembahan Senopati mengutus seorang kurirnya ke Kahyangan untuk mencari Nyai Puju beserta Kyai Puju, agar segera datang ke Mataram. Hal ini dikarenakan setelah Panembahan Senopati menjadi Sultan Mataram, selalu ingat dengan Nyai Puju. Namun ditengah perjalanan sebelum sampai Mataram, Kyai Puju agar dibunuh, karena ia mempunyai "kesalahan" ketika ia mencemburui saat melihat istrinya berselingkuh dengan Panembahan Senopati. Kyai Puju dibunuh setibanya di daerah Jatibedug, dan mayatnya dikubur dipinggir jalan dengan undukan bebatuan ditepi jalan besar, sedangkan Nyai Puju terus saja dibawa ke Mataram.
Setibanya di Kraton Mataram, Nyai Puju menerima hadiah yang bermacam-macam dari Panembahan Senopati. Disamping itu Panembahan Senopati juga berpesan kepada Nyai
Puju agar menjaga kawasan Kahyangan Dlepih. Dengan gembira setelah menerima
hadiah dari Panembahan Senopati, maka disuatu malam Nyai Puju kembali ke Kahyangan
untuk melaksanakan semua dawuh Panembahan Senopati, mengingat Kahyangan merupakan
daerah yang dikuasai Mataram.
Nyai Puju semakin tua dan meninggal dunia. Sebagai sesepuh di desa
Dlepih, maka mayatnya dikubur disebuah makam desa Dlepih utara Kahyangan. Adapun sukmanya menempati Sela Bethek seperti yang diminta Panembahan Senopati.
Misteri yang ada di Kahyangan
- Batu-batu akik yang tak terhitung jumlahnya di sepanjang sungai. Kebanyakan batu akik tersebut agak bundar, dan ada batu yang dipakai Panembahan Senopati untuk menggosok tubuh Panembahan Senopati ketika mandi.
- Sela Bethek, letaknya paling utara kawasan Kahyangan, berbentuk batu menjulur yang dibawahnya bisa untuk berteduh. Konon disinilah Pangeran Mangkubumi/Sultan Agung bertapa. Dan disinilah Sukma Nyai Puju Berada.
Gambar Sela Bethek - Sela Penangkep/Sela Gapit, letaknya berada
disebelah selatan sela Bethek, batu ini terdiri dari dua batu besar yang
diatasnya bergandengan, sedangkan bagian bawahnya renggang dan bisa dilewati
meski harus menunduk.
Gambar Sela Penangkep/Sela Gapit - Sela Payung, letak batu ini berada di tengah-tengah Kahyangan, atau berada di sebelah selatan Sela Gapit. Bentuk dari batu
ini adalah seperti setengah payung, dan disinilah tempat bertapanya Panembahan Senopati, sekarang tempat pesanggrahannya Nyai Widyanangga.
Gambar Sela Payung - Kedung/Pesiraman Kahyangan, letaknya berada di persinggahan terakhir/paling selatan
melalui Sela Payung. Sungai ini adalah sungai tempur atau persilangan dua sungai yang merupakan
pemandian Panembahan Senopati maupun pembantu Kanjeng Ratu Kidul.
Gambar Kedung/Pesiraman Kahyangan - Sela Gilang/Pesalatan, letaknya disebelah atas
Sungai tempur Kedung Pesiraman Kahyangan. Bentuknya batu besar menjulur kearah
kiblat, dan disinilah tempat sembahyang Panem-bahan Senopati, sedang disisinya tempat
pertemuan antara Panembahan Senopati dengan Kanjeng Ratu Kidul.
Gambar Sela Gilang/Pesalatan - Sela Gowok, sela Gowok adalah sebuah batu besar yang bagian depannya Gowok atau berlubang dan hanya cukup untuk duduk satu orang. Disinilah tempat bersemedinya Panembahan Senopati. Letaknya sebelah timur pesiraman
Daftar Pustaka
Ramelan.1999.Petilasan
Pertapan Kahyangan.Surakarta:Gema Mandiri
Sumber Lisan:
Wakino (Juru
Kunci)
Sumber Internet
[1]
http://www.wonogirikab.go.id/home.php?mode=content&id=218pesona wisata Kahyangan, tirtomoyo, wonogiri
http://www.wonogirikab.go.id/home.php?mode=content&id=218pesona wisata Kahyangan, tirtomoyo, wonogiri
0 komentar:
Post a Comment